Minggu pertama berada di tempat baru

Posting Komentar

Bismillah...

Kamis, 23 Oktober 2025 pukul 22.00 WIB lalu saya resmi meninggalkan Surabaya kota yang telah saya tinggali selama lebih dari 26 tahun untuk pindah ke sebuah kabupaten di ujung selatan Jawa Timur dan lebih dekat dengan provinsi Jawa Tengah. Pacitan. Perjalanan saya tempuh dalam waktu kurang lebih hampir 8 jam. 3,5 jam via tol Surabaya-Madiun dan masih membutuhkan 4,5 jam lagi untuk bisa sampai di Tulakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Ponorogo.

Kepergian saya dari Surabaya menuju Pacitan ini sebenarnya lebih tepat jika disebut dengan pulang kampung. Karena memang disinilah kampung halaman saya. Meski saya baru sekali menginjakkan kaki disini untuk pertama kali dalam hidup saya di bulan September lalu. Namun asal keluarga saya dari sini. Ibu saya dari sini, kakak saya dari sini, adik saya dari sini.

Saya tiba di rumah hari Jumat pagi sekitar pukul 05.48 menggunakan truk yang membawa banyak barang saya selama saya hidup di lebih dari seperempat abad di ibukota provinsi Jawa Timur. Shout out untuk pak Suroto dan mas Rohman yang telah mengantarkan saya dan Surti dengan selamat sampai tiba di rumah.

Dan ini adalah ringkasan apa yang terjadi di minggu pertama saya berada di rumah:

Hari pertama - 24 Oktober 2025 
Setelah bapak-bapak supir dibantu kakak saya menurunkan barang-barang, semua barang langsung dimasukkan ke ruangan semi permanen yang telah dibangun sebelumnya dalam rangka kedatangan saya, dan hari pertama ini banyak saya habiskan untuk menata ruangan tersebut. Malam hari disambut dengan gerimis dan listrik padam yang katanya bisa sampai berjam-jam, namun alhamdulillah hanya beberapa menit saja.

Hari kedua - 25 Oktober 2025
Di awali dengan bangun pukul 10.15, hingga membuat tetangga sebelah rumah yang datang berkunjung sampai heran kok bisa saya tidur sampai jam segini. Mereka tidak tahu saja betapa kacaunya jam tidur saya 5 tahun terakhir. Namun saya berharap mereka juga bisa mengerti bahwa saya masih dalam proses adaptasi dan memulihkan stamina setelah perjalanan panjang kemarin. Malam harinya masih sama seperti kemarin, hujan dan listrik padam yang menemani saya.

Hari ketiga - 26 Oktober 2025
Hari ini saya diajak kakak saya untuk mengenali jalan menuju "sumber kehidupan" terdekat, yaitu pasar Montongan. Meski hari ini bukan hari pasaran, maka pasar tidak seramai itu namun tetap banyak toko-toko yang buka menjual berbagai kebutuhan. Apapun yang dicari pasti ada disana.

Hari keempat - 27 Oktober 2025
Karena malam sebelumnya saya tidur lebih awal, hari ini saya bisa bangun lebih pagi. Pukul 02.21 dan mulai mencicil menuliskan postingan ini. Tidak banyak hal yang terjadi hari ini selain saya diberi deadline oleh ustadzah untuk mengupload konten. Alhamdulillah, blog ini punya postingan berfaedah, terimakasih atas encouragement-nya ustadzah.

Hari kelima - 28 Oktober 2025
Saya belum tidur sampai saya melanjutkan draft ini pukul 01.35. Saya rasa peak productivity saya mungking memang ada di jam-jam ini. Hari i
ni adalah hari pasaran, Selasa Pon. Pasar montongan pasti lebih ramai dari biasanya saat pasaran Pon.

Oiya, disini orang-orang menggunakan penanggalan jawa, disaat saya bahkan belum hafal 2 bulan setelah mei itu bulan apa kini saya harus belajar lagi tentang sistem penanggalan jawa.

Hidup memang adalah proses pembelajaran yang panjang.
- Dyah

Lalu apakah saya ke pasar hari ini? Tentu saja tidak. Sebagai orang introvert saya masih butuh waktu untuk bisa berinteraksi dengan orang-orang sini, yang semuanya selalu memakai bahasa Jawa sedangkan kemampuan bahasa jawa masih di level anak TK. Meski bisa saja saya tetap menjawab dengan pertanyaan mereka bahasa Jawa mereka dengan bahasa Indonesia, namun akhirnya malah jadi agak canggung.

Hari keenam - 29 Oktober 2025
Saya hampir lupa menceritakan salah satu alasan paling penting saya pindah kesini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup makhluk halus pendamping saya, Surti. Beberapa bulan terakhir ketika kami masih berada di Surabaya, kondisi bulu dan kulit Surti bisa dibilang kurang sehat. Beberapa kalipun saya mencoba membawanya ke vet, meski sudah diberi anti radang, antibiotik, anti jamur, namun tetap tidak menunjukkan perubahan berarti. Saya rasa cuaca Surabaya yang begitu panas mungkin jadi salah satu penyebabnya.

Hari ini sudah hari keenam kami tinggal di Pacitan, meski kondisi kulitnya sedikit ada peningkatan namun Surti masih belum bisa get along dengan kucing jantan milik kakak saya, Hipus. Padahal Hipus sudah ramah dan mendekati surti mungkin hanya ingin berkenalan, karena dia selalu mendekati Surti dengan chill tapi emang si Surti aja yang terlalu introvert jadi masih suka meraung ketika Hipus mendekat.

Anyway paket dari syopi pesanan saya juga datang hari ini, wah sepertinya saya makin nyaman sih berada disini. Saya tetap bisa belanja online dari berbagai marketplace hahaha.

Hari ketujuh - 30 Oktober 2025
Nah kan, saya kembali terbangun pukul 02.27 tanpa alarm lho. Jadi ini seperti sudah settingan default tubuh saya untuk bangun jam segini. Suhu saat ini 17°C cukup membuat saya merasakan gejala masuk angin. Namun ini adalah jam-jam tenang dimana saya bisa fokus dan produktif tanpa gangguan suara hewan-hewan ternak di pekarangan rumah.

Basicaly, saya masih adaptasi terutama untuk perbedaan suhu yang menurut saya cukup signifikan ini. Dari yang tadinya saya berada di Surabaya yang suhu rata-rata selalu 30°C-32°C sekarang saya harus terbiasa dengan suhu 17°C-25°C. Itu yang membuat saya hanya mandi sekali sehari di waktu paling tidak panas yaitu setelah ashar (yaah buka aib deh)

Dan saya pun merasakan sendiri pengalaman mendengar sound horeg dari acara hajatan tetangga sejak sore hingga jam 22.45. Menyala kupingku. Kayaknya harus nabung buat beli noise cancelling headphone deh kalo gini.

Yep, that's basically happen this week. Kamu punya pertanyaan untuk saya? Silahkan tuliskan di kolom komentar dibawah. 


Talk soon,
Dyah

Related Posts

Posting Komentar